Siapa yang tidak kenal dengan W.R. Soepratman. Pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya & salah satu tokoh penting dalam peristiwa Sumpah Pemuda. Di rumah yang dibangun pada abad ke 20 dan terletak di Jl. Mangga 21 Tambaksari kota Surabaya inilah beliau menghabiskan hari-hari terakhir dalam hidupnya.
Wage Rudolph Soepratman lahir pada bulan maret 1903. Wartawan yang juga pemain biola ini adalah salah satu komposer yang dikenal masyarakat Indonesia sebagai pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya. Kecintaannya terhadap musik tumbuh ketika ia mendapat pelatihan biola dari kakak iparnya Saat masih bersekolah di Makassar.
Meski mendapat pendidikan keguruan dan sempat bekerja sebagai guru bantu, Soepratman justru lebih tertarik ingin berkarir di dunia jurnalistik. Sekembalinya ke Jawa ia pun bergabung dengan kantor berita Alpina sebelum akhirnya bergabung dengan Sin Po. Pekerjaannya sebagai wartawan membuatnya akrab dengan dunia pergerakan di Indonesia. Benih-benih sentimen antikolonial pun mulai tumbuh & tercermin dari tulisan-tulisannya yang mengkritik pemerintah kolonial Belanda.
Tergugah oleh pengalamannya menghadiri kongres pemuda pertama pada tahun 1926, ia pun menciptakan sebuah lagu yang kemudian dikenal sebagai lagu kebangsaan negara "Indonesia Raya". lagu ini menjadi lagu populer di kalangan aktivis pergerakan setelah dimainkan oleh beliau dalam kongres pemuda kedua pada tahun 1928 di Jakarta (di gedung yang kita kenal dengan nama Museum Sumpah Pemuda).
Karena menjadi target dari pemerintah kolonial Belanda yang menggap beliau orang yang berbahaya, W.R. Soepratman mulai hidup berpindah-pindah kota, mulai dari rumah ayahnya di Cimahi, lalu rumah kakaknya di pemalang & akhirnya di rumah kakaknya yang tertua di Surabaya. Selama menetap di Surabaya, beliau bergabung dengan beberapa organisasi penggerak nasional salah satunya PARINDRA pimpinan Dr. Soetomo. Pada tahun 1938 beliau ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda & dijebloskan ke penjara kalisosok, namun tak lama kemudian dibebaskan karena kondisi kesehatannya yang semakin menurun. Tak kuasa menahan sakitnya & tekanan dari pemerintah kolonial Belanda beliau akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di rumah yang sekarang menjadi museum wafat W.R. Soepratman pada tanggal 17 Agustus 1938 dan dimakamkan di Surabaya.
Patung W.R Soepratman |
Inside The Museum
Layaknya sebuah rumah, museum ini terdiri dari beberapa kamar & halaman belakang yang tidak terlalu besar. Di ruang tengah yang dulunya merupaka ruang tamu terdapat foto-foto W.R Soepratman ketika beliau masih muda dan juga replika dari pakaian yang digunakan beliau pada saat menghadiri kongres pemuda kedua & memainkan lagu Indonesia Raya. Di ruangan pertama selain berisi beberapa foto beliau juga terdapat sebuah replika biola yang digunakan beliau pada saat memainkan lagu Indonesia Raya (yang asli terdapat di Museum Sumpah Pemuda di Jakarta) & tepat diruangan inilah beliau menghembuskan nafas terakhirnya (di ruangan ini juga terdapat tombol yang kalau ditekan akan mendengarkan lagu-lagu ciptaan beliau). Sedangkan di ruangan kedua merupakan kamar dari kakak beliau & keluarganya. Di taman belakang terdapat sebuah memoralibia yang dikhususkan untuk beliau serta kata-kata terakhir yang disampaikan beliau ke kakaknya sebelum beliau meninggal (ada sebuah tombol yang kalau Traveler tekan akan mendengarkan kata-kata terakhir beliau yang diucapkan oleh salah seorang seniman).
Ruang Tamu |
Kamar Pertama |
Kamar Kedua |
Memorabilia |
Jam Buka & Harga Tiket
Museum ini buka dari jam 08.00 - 16.00 & sama seperti museum lainnya di Surabaya setiap hari senin & hari libur nasional tutup. Masuk Museum ini tidak mengenakan biaya alias gratis.
"Nasibkoe sudah begini.
Inilah yang disoekai pemerintah Hindia Belanda.
Biarlah saja meninggal.
Saja ichlas.
Saja toch soedah beramal.
Berdjoeang dengan tjarakoe, dengan biolakoe.
Saja jakin, Indonesia pasti merdeka".
(Kata-kata terakhir W.R. Soepratman)
"Nasibkoe sudah begini.
Inilah yang disoekai pemerintah Hindia Belanda.
Biarlah saja meninggal.
Saja ichlas.
Saja toch soedah beramal.
Berdjoeang dengan tjarakoe, dengan biolakoe.
Saja jakin, Indonesia pasti merdeka".
(Kata-kata terakhir W.R. Soepratman)
No comments:
Post a Comment