Dr. Soetomo adalah salah seorang tokoh penggerak Nasional dan juga salah satu pendiri dari Budi Utomo yaitu organisasi penggerakan nasional yang pertama di Indonesia. Museum yang didirikan di Jl. Bubutan No.85-87, Bubutan, Kota Surabaya ini adalah museum khusus yang didekasikan untuk Dr. Soetomo sekaligus sebagai tempat peristirahatan terakhir beliau.
Sejarah Singkat
Dr. Soetomo lahir pada tanggal 30 Juli 1888 di Ngepeh, Ngajuk, Jawa Timur dengan nama Soebroto. Soebroto adalah anak pertama dari tujuh bersaudara pasangan R. Seowadji & R.A. Soedarmi. Ia kemudian diasuh oleh pamannya R. Ardjodipoero hingga usia sekolah, dan ketika akan memasuki ELS (Europeesche Lagere School/Sekolah Dasar zaman Hindia-Belanda) Bangil, Jawa Timur beliau diganti namanya menjadi Soetomo. Setamat ELS, ia kemudian melanjutkan ke sekolah dokter STOVIA (sekarang menjadi Museum Kebangkitan Nasional) di Batavia (Jakarta) pada tahun 1903 dan lulus pada tahun 1911.
Tugasnya sebagai dokter mengharuskan beliau untuk selalu berpindah tempat, dari Lubuk Pakam Sumatera Utara, Malang Jawa Timur, Kepanjen, Magetan hingga Blora. Ketika bertugas di Blora, ia bertemu dengan Everdina J. Broering, seorang perawat berkebangsaan Belanda yang kemudian beliau nikahi pada tahun 1917. Setelah berdinas di Baturaja Sumatera Selatan, Pada tahun 1919 Soetomo mendapatkan izin dari pemerintah untuk melanjutkan studinya ke negeri Belanda tepatnya di Universitas Amsterdam bersama Mohammad Sjaf. Soetomo menjadi dokter pribumi pertama yang dikirim ke Belanda untuk menjalani studi lanjutan. Lulus pada tahun 1921, ia kemudian melanjutkan studi spesialis penyakit kulit di Universitas Hamburg. Selama di Eropa ia juga menjadi pimpinan Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia)
Sepulangnya dari Belanda, selain membuka praktek di CBZ (Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting/Rumah Sakit Pendidikan yang sebelumnya merupakan gedung obat kementrian kesehatan Hindia Belanda) Surabaya, Soetomo juga menjadi pengajar di NIAS (Nederlands-Indische Artsen School/Sekolah pendidikan dokter pribumi) dan menjadi salah satu pendiri Indonesische Studie Club (Perkumpulan mahasiswa pribumi) bersama Ir. Soekarno. Perhatiannya pada dunia pendidikan dan kesejahteraan umum diwujudkan melalui koperasi dan mendirikan Bank Bumiputera. Soetomo juga menjadi ketua panitia pembangunan Gedung Nasional Indonesia (lokasi museum), yang dibiayai melalui pasar derma dan sumbangan masyarakat.
Everdina, istrinya kemudian menderita penyakit yang bisa sembuh hanya jika dia pindah ke daerah yang tempatnya lebih sejuk dari Surabaya. Rasa cinta dan kesetiaan pada suami mendorongnya untuk tetap tinggal, meski disarankan untuk pulang lagi ke negeri Belanda oleh dokternya. Soetomo kemudian menyediakan tempat tinggal khusus untuk istrinya di daerah Claket, Mojokerto meski hanya bisa berkunjung ke sana 2 minggu sekali. Everdina meninggal dunia pada tanggal 17 February 1934 dan dimakamkan di pemakaman Kembang Kuning, Surabaya. Meninggalnya Everdina menjadi pukulan bagi Soetomo dikarenakan selain meninggalkan beliau terlalu dini, pernikahan mereka tidak dikaruniai keturunan.
Kesehatan Soetomo sendiri juga menurun beberapa tahun kemudian. Ia menderita disentri berat dan meninggal pada tahun 1938. Bahkan menurut beberapa kawan & keluarga, ia juga mengidap kanker hati. Ia berpesan ingin dimakamkan di pelataran Gedung Nasional dan meninggalkan wasiat agar perusahaan N.V. Indonesia yang menerbitkan Soera Oemoem, penjebar semangat, dan tempo supaya dipelihara baik-baik dan dikembangkan. Rumah peristirahatannya di Ciaket ia hibahkan pada Parindra untuk dijadikan rumah peristirahatan anggota partai, demikian pula sebagian harta bendanya.
Inside The Museum
|
Patung Dr. Soetomo |
Sebelum masuk ke dalam museum, yang pertama akan Traveler lihat adalah sebuah pendopo besar. Pendopo ini dikenal dengan nama "Gedung Nasional Indonesia". Gedung ini sendiri memliki sejarah yang cukup banyak, sebelumnya merupakan tempat pusat pergerakkan nasional Partai Indonesia Raya (PARINDRA) di bawah kepemimimpinan Dr. Soetomo lalu sempat menjadi tempat pembentukkan Komisi Nasional Indonesia (KNI) & BKR (Badan Keamanan Rakyat) propinsi Jawa Timur dan pembentukkan Pemuda Putri Republik Indonesia (PPRI) dan juga salah satu lokasi terjadinya pertempuran 10 NOvember 1945. Sebenarnya gedung ini juga salah satu bagian dari museum cuma pada saat saya datang sedang ada renovasi.
|
Gedung Nasional Indonesia |
Dari Gedung Nasional, saatnya Traveler menjelajahi gedung Museum. Museumnya tidak terlalu besar, terdiri dari 2 lantai. Lantai 1 museum berisikian foto-foto perjalanan hidup Dr. Soetomo & juga terdapat peta pergerakkan Dr. Soetomo sebagai panduan saat beliau bepergian dalam melaksanakan tugas pengabdian, baik di Jawa maupun luar Jawa dan juga ketika mengantarkan & menjenguk istri di rumah peristirahatannya di Claket, Malang.
|
Gedung Museum |
|
Lantai 1 museum |
|
Koleksi foto masa muda Dr. Soetomo beserta istri |
Di lantai 2 museum, Traveler akan melihat replika dari tempat praktek Dr Soetomo pada saat beliau bertugas di Rumah Sakit CBZ lengkap dengan peralatannya. selain itu juga ada barang-barang pribadi peninggalan beliau seperti mikroskop, kateter logam (untuk memperlancar saluran kencing pada penderita penyakit kelamin khususnya pria), tas kerja & buku karangan beliau yang berjudul "Bijdrage tot rationeeler Bestrijding der lepra" (Buku tentang penyakit kusta). Selain itu, Traveler juga bisa melihat koleksi-koleksi foto salah satunya upacara pemakaman Everdina istri Dr. Soetomo dan pemakaman Dr. Soetomo.
|
Lantai 2 museum |
|
Replika ruang praktek |
|
Barang-barang milik Dr Soetomo |
Dari museum, lokasi berikutnya yang kita kunjungi adalah makam dari Dr. Soetomo. Makamnya sendiri terletak persis dibagian belakang Museum & Gedung Nasional.
|
Makam Dr. Soetomo |
|
Nisan Dr. Soetomo |
Jam Buka & Harga Tiket
Museum ini buka dari hari Senin-Minggu jam 08.00 - 16.00 & hari libur nasional tutup. Masuk Museum ini tidak dikenakan biaya alias gratis.
"Lanjutkan perjuangan sampai tercapai cita-cita kemuliaan bagi nusa dan bangsa.
Bekerjalah terus untuk kemajuan pergerakan kita. Pergerakan bangsa kita masih
harus berkembang , harus bersemi dan selalu maju.
Bekerjalah dengan lebih giat dan kuat guna kemajuan pergerakan dan perjuangan
kita, sehingga tercapai kemerdekaan dan kemulian bangsa.
Sampaikanlah pesan saya ini kepada teman-teman yang tak dapat mengunjungi saya
kemari".
(Kata-kata terakhir Dr. Soetomo)